Dalem Arsa Wijaya; Dalam Paradoks Zaman
Munculnya "Raja-Raja" diberbagai daerah dengan berbagai latar belakang, beberapa hari ini menghangat di berbagai media. Sebagai seorang therapis dalam pemberdayaan pikiran, izinkan saya urun rembug akan munculnya FENOMENA INI. Tercatat dalam sejarah, munculnya "Raja" yang kemudian diperdebatkan tidak saja terjadi hari ini, jauh sebelum hari ini, pola munculnya Raja tercatat di berbagai zaman. Contohnya saja, Raja Angga Karna dalam wiracerita Mahabrata. Hingga kemudian di Nusantara, lakon Petruk Madeg Ratu, merupakan kisah yang tidak asing di telinga kita.
Kisah Raja Asoka di India, Ken Arok di Jawa lahir dari pola yang sama, yakni kisah seseorang anak keturunan Raja yang disembunyikan di luar kerajaan (lembu peteng), hingga kemudian suratan takdir dan garis tangan mengembalikan keduanya kepada panggilan langit (leluhur) sebagai seorang Raja.
Kemunculan Raja diluar tata cara yang lumrah ini, disadari oleh Dalem Waturenggong dalam perenungannya, setelah upacara Eka Dasarudra dan mempertemukannya dengan Brahmana Keling. Oleh karenanya di dalam diri setiap orang terdapat bagian diri (topeng) seorang Raja. Itu mengapa tokoh Raja di dalam Tari Wali Pajegan Sidhakarya dinamakan Topeng Arsa Wijaya. Bukan Topeng Dalem Waturenggong?
Disinilah kepekaan kira diuji. "Arsa" bermakna suatu perasaan spesifik, "wijaya" bermakna diri yang jaya atau berkuasa. Sehingga Topeng Dalem Arsa Wijaya sesungguhnya merupakan bagian diri yang memegang perasaan diri jaya atau berkuasa. Namun akan menjadi masalah bila seseorang tidak menyadari dimana dan kapan harus menarikan Topeng Dalem Arsa Wijaya. Tingkat kesadaran seseoranglah yang kemudian membedakan reaksi dari penonton (kalangan), apakah tarian Dalem Arse Wijaya, pangus atau "matah"?
Berbicara tentang KESADARAN kita memasuki suatu ruang perdebatan yang selama ini terjadi ketika membahas perbedaan antara awareness dan consciousness. Keduanya dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "KESADARAN".
Awareness merupakan suatu keawasan terhadap ruang dan waktu. Misalkan saja kita berada di dalam ruangan, kita tahu dan sadar sedang berada di dalam ruangan, apakah sedang sendiri atau ada orang lain, apakah terang atau gelap. Bahkan ketika lampu di ruangan mati, dan keadaan menjadi gelap gulita, seseorang yang "aware" masih awas, tahu dan sadar sedang berada di ruangan yang sama. Dalam Konteks penari topeng, seorang penari tahu dan awas dirinya apakah sedang menari di tempat, waktu dan gambelan yang tepat.
Bagaimana dengan Conciusness. Guru saya Bapak Adi W Gunawan memberikan sebuah metafora yang mudah dipahami. Ketika satu lampu sorot menyala dan mengarah kepada satu objek di suatu ruangan, maka pikiran dan perhatian kita terfokus kepada area yang disinari oleh cahaya lampu, maka disaat itu kita sedang mengalami Conciousness atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah Eling. Saat ini, seseorang memfokuskan kewaspadaannya hanya kepada satu area saja, disaat yang bersamaan ia pun tahu dan awas sedang berada di dalam ruangan yang sama. Demikian sekiranya perbedaan antara awareness dan consciousness.
Pertanyaan menarik berikutnya adalah bagaimana cara untuk melatih keduanya? Salah satu cara trandisonal yang telah terbukti ampuh mengasah keduanya adalah dengan meditasi. Meditasi sendiri merupakan suatu metode untuk mengarahkan pikiran kepada suatu objek, baik di dalam diri maupun di luar diri (Samatha). Objek diluar diri bisa berupa cahaya lilin yang lembut, suatu citra gambar, patung, suara air dan sebagainya. Sedangkan objek yang berada di dalam tubuh, diantaranya irama nafas, denyut nadi, detak jantung dan lain sebangainya. Intinya pada Meditasi Samatha, seseorang mengarahkan fokus pikirannya hanya pada satu objek dengan kata lain meditasi Samatha melatih consciousness atau Eling dalam bahasa Jawa.
Sedangkan teknik lainnya, pikiran dilatih sebagai pengamat terhadap objek-objek yang muncul di layar pikiran tanpa menyematkan makna apa-apa. Pikiran dilatih berada di masa kini (now) tanpa terikat oleh pemaknaan apapun terhadap apa yang diamati, sehingga apa pun yang dilihat di dalam layar pikiran dimaknai demikian adanya (It is as it is). bentuk latihan ini dikenal dengan meditasi pandangan terang atau Vipasana, atau melatih kewaspadaan.
Terang sebenarnya adalah kemampuan untuk melihat kebenaran dalam setiap objek (it is as it is) yang diamati. Kebenaran bahwa setiap objek ternyata terus berubah (tidak kekal), setiap objek ternyata bukan diri (bukan aku), setiap objek ternyata tidak indah. Hening atau tenang adalah buah atau hadiah dari melatih otot mental menjadi eling.
Dengan melatih diri dengan metode meditasi yang tepat, maka pikiran dikondisikan untuk Eling dan Waspodo, sehingga tidak hanyut dalam dualitas yang sifatnya selalu berulang di setiap jaman. Sebagai akhir dari tulisan ini, saya berharap kita semua tetap dalam kondisi Eling dan Waspada dalam menyikapi setiap dinamika kehidupan.*
Kisah Raja Asoka di India, Ken Arok di Jawa lahir dari pola yang sama, yakni kisah seseorang anak keturunan Raja yang disembunyikan di luar kerajaan (lembu peteng), hingga kemudian suratan takdir dan garis tangan mengembalikan keduanya kepada panggilan langit (leluhur) sebagai seorang Raja.
Kemunculan Raja diluar tata cara yang lumrah ini, disadari oleh Dalem Waturenggong dalam perenungannya, setelah upacara Eka Dasarudra dan mempertemukannya dengan Brahmana Keling. Oleh karenanya di dalam diri setiap orang terdapat bagian diri (topeng) seorang Raja. Itu mengapa tokoh Raja di dalam Tari Wali Pajegan Sidhakarya dinamakan Topeng Arsa Wijaya. Bukan Topeng Dalem Waturenggong?
Disinilah kepekaan kira diuji. "Arsa" bermakna suatu perasaan spesifik, "wijaya" bermakna diri yang jaya atau berkuasa. Sehingga Topeng Dalem Arsa Wijaya sesungguhnya merupakan bagian diri yang memegang perasaan diri jaya atau berkuasa. Namun akan menjadi masalah bila seseorang tidak menyadari dimana dan kapan harus menarikan Topeng Dalem Arsa Wijaya. Tingkat kesadaran seseoranglah yang kemudian membedakan reaksi dari penonton (kalangan), apakah tarian Dalem Arse Wijaya, pangus atau "matah"?
Berbicara tentang KESADARAN kita memasuki suatu ruang perdebatan yang selama ini terjadi ketika membahas perbedaan antara awareness dan consciousness. Keduanya dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "KESADARAN".
Awareness merupakan suatu keawasan terhadap ruang dan waktu. Misalkan saja kita berada di dalam ruangan, kita tahu dan sadar sedang berada di dalam ruangan, apakah sedang sendiri atau ada orang lain, apakah terang atau gelap. Bahkan ketika lampu di ruangan mati, dan keadaan menjadi gelap gulita, seseorang yang "aware" masih awas, tahu dan sadar sedang berada di ruangan yang sama. Dalam Konteks penari topeng, seorang penari tahu dan awas dirinya apakah sedang menari di tempat, waktu dan gambelan yang tepat.
Bagaimana dengan Conciusness. Guru saya Bapak Adi W Gunawan memberikan sebuah metafora yang mudah dipahami. Ketika satu lampu sorot menyala dan mengarah kepada satu objek di suatu ruangan, maka pikiran dan perhatian kita terfokus kepada area yang disinari oleh cahaya lampu, maka disaat itu kita sedang mengalami Conciousness atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah Eling. Saat ini, seseorang memfokuskan kewaspadaannya hanya kepada satu area saja, disaat yang bersamaan ia pun tahu dan awas sedang berada di dalam ruangan yang sama. Demikian sekiranya perbedaan antara awareness dan consciousness.
Pertanyaan menarik berikutnya adalah bagaimana cara untuk melatih keduanya? Salah satu cara trandisonal yang telah terbukti ampuh mengasah keduanya adalah dengan meditasi. Meditasi sendiri merupakan suatu metode untuk mengarahkan pikiran kepada suatu objek, baik di dalam diri maupun di luar diri (Samatha). Objek diluar diri bisa berupa cahaya lilin yang lembut, suatu citra gambar, patung, suara air dan sebagainya. Sedangkan objek yang berada di dalam tubuh, diantaranya irama nafas, denyut nadi, detak jantung dan lain sebangainya. Intinya pada Meditasi Samatha, seseorang mengarahkan fokus pikirannya hanya pada satu objek dengan kata lain meditasi Samatha melatih consciousness atau Eling dalam bahasa Jawa.
Sedangkan teknik lainnya, pikiran dilatih sebagai pengamat terhadap objek-objek yang muncul di layar pikiran tanpa menyematkan makna apa-apa. Pikiran dilatih berada di masa kini (now) tanpa terikat oleh pemaknaan apapun terhadap apa yang diamati, sehingga apa pun yang dilihat di dalam layar pikiran dimaknai demikian adanya (It is as it is). bentuk latihan ini dikenal dengan meditasi pandangan terang atau Vipasana, atau melatih kewaspadaan.
Terang sebenarnya adalah kemampuan untuk melihat kebenaran dalam setiap objek (it is as it is) yang diamati. Kebenaran bahwa setiap objek ternyata terus berubah (tidak kekal), setiap objek ternyata bukan diri (bukan aku), setiap objek ternyata tidak indah. Hening atau tenang adalah buah atau hadiah dari melatih otot mental menjadi eling.
Dengan melatih diri dengan metode meditasi yang tepat, maka pikiran dikondisikan untuk Eling dan Waspodo, sehingga tidak hanyut dalam dualitas yang sifatnya selalu berulang di setiap jaman. Sebagai akhir dari tulisan ini, saya berharap kita semua tetap dalam kondisi Eling dan Waspada dalam menyikapi setiap dinamika kehidupan.*
Artikel Menarik Lainnya
15/06/2020
FILOSOFI HUJAN Tatanan Hidup Baru Sesuai Kehendak Alam
Kita sering melihat dan menyaksikan hujan turun, namun kita lupa untuk membaca pesan kosmis yang dikirm melalui hujan, semoga tulisan ini dapat menjadi teman dalam merenung 4/05/2019
''Catus Pata'' Simpul Energi Alam
Persimpangan jalan di kawasan kota kerap menjadi spot yang unik karena dihiasi taman atau beragam patung 31/10/2019
EMPTINESS DANCING
Emptiness Dancing merupakan suatu tarian sakral, tarian mistis para kawi wiku. Tarian yang muncul dari kedalaman jiwa seseorang yang telah melalui semua dinamika kehidupan 2/08/2019
11 Tangga Pencerahan Di Balik Hari Raya Galungan
Setiap 210 hari, masyarakat Bali, merayakan hari raya Galungan & Kuningan. Suatu ketika saya bertanya-tanya kepada diri sendiri, mengapa di Bali merayakan hari Raya Galungan. 28/02/2020