Makna Rahinan Anggara Kasih
Makna Rahinan Anggara Kasih
Anggara Kasih merupakan hari raya atau rerahinan yang jatuh berdasarkan pertemuan antara Saptawara yaitu Anggara (Selasa), Kliwon. dalam hitungan kalender Bali, rahinan ini muncul setiap 35 hari sekali, apabila dijumlahkan, dalam setahun orang Bali merayakan 'Anggara Kasih' sebanyak 9 kali.
Di Bali selatan dan Bali timur perayaan ini tidaklah begitu meriah. Lain halnya dengan di Bali Barat dan Bali Utara. “Rerahinan Anggara Kasih” dirayakan dengan kidmat oleh umat di sana. Upakaranya biasanya terdiri dari Canang Burat Wangi dan Canang Lenge Wangi dan Pesucian. Dihaturkan di tiap-tiap Pelinggih yang ada di Sanggah Kemulan dan tiap-tiap rumah tangga. Dan bagi mereka yang sedang bertunangan atau sedang menjalin kasih perjodohan biasanya oleh orang tua mereka dibuatkan dengan “Sesayut Jati Smara, Sesayut Pengipuk Smara, dan Sesayut Tulus Dadi”. Maksud dibuatkannya upakara ini adalah agar pertunangan mereka berakhir sampai kejenjang perkawinan.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan, Anggarakasih adalah hari suci untuk memuja Dewa Siwa. Pada hari itu, Dewa Siwa diyakini sedang melakukan yoga samadhi dengan wujud Sang Hyang Rudra sebagai 'pamralina' atau pelebur. Selain itu lontar ini juga menyebut, bahwa rahinan Anggara Kasih adalah suatu kesempatan yang tepat untuk mewujudkan cinta kasih terhadap Sang Diri (pangasihining anggasariranta). Menyucikan diri dan sebagai upaya melebur segala kekotoran.
Selain pemujaan kepada Sang Hyang Siwa, pada hari suci Anggarakasih juga dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Ayu yang merupakan manisfestasi Sang Pencipta sebagai pemberi anugerah 'welas asih'. Anggara secara harafiah terjemahan bebasnya adalah 'mengulurkan' atau 'memberikan'. Sedangkan 'Kasih' adalah adalah damai/shanti. Kasih juga bisa diartikan sebagai perwujudan cinta tak bersyarat.
Seperti kasih sayang orang tua kepada anaknya tanpa mengharapkan imbalan. Begitulah juga seharusnya kasih sayang umat manusia terhadap seluruh ciptaaNya. Anggara Kasih ini memberi kita kesempatan untuk merenungi segala tingkah laku kita sehari-hari. Belajar merenungi arti sebuah cinta dan ketulusan. Selalu bertanya pada diri, 'Apakah setiap tindakan yang kita lakukan berdasarkan 'kasih' atau 'pamrih?'