Sekarura Dalam Pengobatan Tradisional dan Integratif
Sekarura atau lebih sering dikenal sekura sering kita lihat dalam bagian akhir Tari Wali Pajegan Sidhakarya. Tari yang pertama kali ditarikan pada Buda Kliwon Wuku Pahang 1425 Caka, oleh I Gusti Penaring Jelantik atas perintah pencipta sekaligus Murdaning Jagat Bali saat itu, Ida Dalem Waturenggong, telah diyakini sebagai simbol pemuput karya oleh masyarakat Bali pada umumnya.
Bhisama untuk selalu menarikan tari Wali Sidhakarya pada puncak acara yadnya dilaksanakan sampai hari ini oleh masyarakat Bali, tanpa pernah mempertanyakan pertimbangan serta dasar shastra yang dipergunakan oleh Ida Dalem Waturenggong. Masyarakat Hindu Bali menyakini titah Ida Dalem, dan diwariskan turun temurun. Penggalian akan pesan tersembunyi dari tari wali ini justru muncul setelah 500 tahun sejak pertama kali tari ini di tarikan (Eka Santhosa,2019)
Mangku Tejha Kandel, seorang praktisi kedyatmikan Bali yang saat ini berusia 105 tahun mengupas makna dari Tari Wali ini khususnya pesan moril dari tari pemuput karya yang diperagakan dengan menebarkan Sekarura. Saat ditanya apa makna sekarura, Kakek Mangku yang dikenal hingga ke mancanegara ini menjawab dengan rendah hati,"Yening acoloh titiang Nak Agung...Sekarura nike, kekepah antuk kalih basa "SEKHA" sane mearti pupulan soroh utawi manusa, sareng "URA" sane mearti mesikian" jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia secara bebas, maka Sekarura menurut Jro Mangku Tejha Kandel sebagai berikut;
"Bahwa kata Sekarura terdiri dari dua kata yakni "Sekha" yang berarti kumpulan orang atau kelompok, "Ura" yang bermakna bersatu. Sehingga Sekarura merupakan suatu persatuan diantara berbagai elemen baik yang berada di dalam diri (bhuna alit) atau di luar diri (bhuana agung). Senada dengan Jro Mangku Tejha, I Gusti Ngurah Windia atau dikenal dengan nama Topeng Tugek Carangsari memiliki pemahaman yang serupa akan makna Sekarura.
Beliau menegaskan, "Saat seseorang dapat mengenali, menerima, serta menyerap sari pati dari semua kebhinekaan yang berada di dalam diri serta di luar diri, disanalah seseorang mengalami Sidhakarya". Dalam konteks karya atau yadnya, jika semua pelaksana yadnya melebur menjadi satu, diantaranya manggala karya, serati, pemangku, tukang mebat, sekha gong, sekha kidung, pengayah, krama, hingga sulinggih menyatu dalam sebuah prosesi upakara, sehingga melahirkan suatu persembahan yang sifatnya sakral, suci dan membahagiakan semuanya, maka disanalah dikatakan suatu karya telah berlangsung paripurna atau Sidhakarya"
Sekarura dalam pemahaman teknologi pikiran yang penulis pahami merupakan suatu kondisi dimana seluruh bagian diri (ego state) mengalami kondisi harmonis satu sama lain, sehingga memampukan seseorang bertumbuh dan berkembang baik secara holistik, bio-psiko-imono-sosio-spiritual.
Kesehatan seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi pikiran seseorang, hal ini dikatakan oleh DR.Joe Dispenza dalam buku You Are Placebo. Diawali dari benih pikiran seseorang dapat mengalami pengalaman sehat dan sakit. Dengan demikian pikiran yang harmonis, terbebas dari rasa takut, dendam apalagi marah. Berada dalam kondisi suka cita, bertumbuh dilingkungan positif dan terus berada pada pencapain-pencapaian positif terbukti menjaga kesehatan manusia secara holistik. Joe Dispenza merupakan seorang dokter yang mengusung pengobatan terintegrasi untuk membantu ribuan pasien yang telah membuktikan bahwa di dalam diri seseorang terdapat daya penyembuhan yang luar biasa.
Mengobati seseorang sama dengan menyapu sampah, dapat dilakukan dengan satu lidi (baca satu disiplin ilmu) atau dengan kumpulan beberapa lidi (baca secara terintegrasi), dimana pengikatnya adalah Tuhan Hyang Maha Esa sendiri sebagai Sang Maha Penyembuh. Dengan demikian tidak saja dalam konteks yadnya, Sekarura dapat diaplikasikan ke dalam dunia pengobatan, dimana kedokteran konvensional bekerjasama dengan kedokteran non-konvensional dalam merawat pasien secara terintegrasi.
Adapun beberapa prinsip dalam kedokteran terintegrasi menurut Dr. Paulus W.Halim, sebagai berikut;
Bhisama untuk selalu menarikan tari Wali Sidhakarya pada puncak acara yadnya dilaksanakan sampai hari ini oleh masyarakat Bali, tanpa pernah mempertanyakan pertimbangan serta dasar shastra yang dipergunakan oleh Ida Dalem Waturenggong. Masyarakat Hindu Bali menyakini titah Ida Dalem, dan diwariskan turun temurun. Penggalian akan pesan tersembunyi dari tari wali ini justru muncul setelah 500 tahun sejak pertama kali tari ini di tarikan (Eka Santhosa,2019)
Mangku Tejha Kandel, seorang praktisi kedyatmikan Bali yang saat ini berusia 105 tahun mengupas makna dari Tari Wali ini khususnya pesan moril dari tari pemuput karya yang diperagakan dengan menebarkan Sekarura. Saat ditanya apa makna sekarura, Kakek Mangku yang dikenal hingga ke mancanegara ini menjawab dengan rendah hati,"Yening acoloh titiang Nak Agung...Sekarura nike, kekepah antuk kalih basa "SEKHA" sane mearti pupulan soroh utawi manusa, sareng "URA" sane mearti mesikian" jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia secara bebas, maka Sekarura menurut Jro Mangku Tejha Kandel sebagai berikut;
"Bahwa kata Sekarura terdiri dari dua kata yakni "Sekha" yang berarti kumpulan orang atau kelompok, "Ura" yang bermakna bersatu. Sehingga Sekarura merupakan suatu persatuan diantara berbagai elemen baik yang berada di dalam diri (bhuna alit) atau di luar diri (bhuana agung). Senada dengan Jro Mangku Tejha, I Gusti Ngurah Windia atau dikenal dengan nama Topeng Tugek Carangsari memiliki pemahaman yang serupa akan makna Sekarura.
Beliau menegaskan, "Saat seseorang dapat mengenali, menerima, serta menyerap sari pati dari semua kebhinekaan yang berada di dalam diri serta di luar diri, disanalah seseorang mengalami Sidhakarya". Dalam konteks karya atau yadnya, jika semua pelaksana yadnya melebur menjadi satu, diantaranya manggala karya, serati, pemangku, tukang mebat, sekha gong, sekha kidung, pengayah, krama, hingga sulinggih menyatu dalam sebuah prosesi upakara, sehingga melahirkan suatu persembahan yang sifatnya sakral, suci dan membahagiakan semuanya, maka disanalah dikatakan suatu karya telah berlangsung paripurna atau Sidhakarya"
Sekarura dalam pemahaman teknologi pikiran yang penulis pahami merupakan suatu kondisi dimana seluruh bagian diri (ego state) mengalami kondisi harmonis satu sama lain, sehingga memampukan seseorang bertumbuh dan berkembang baik secara holistik, bio-psiko-imono-sosio-spiritual.
Kesehatan seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi pikiran seseorang, hal ini dikatakan oleh DR.Joe Dispenza dalam buku You Are Placebo. Diawali dari benih pikiran seseorang dapat mengalami pengalaman sehat dan sakit. Dengan demikian pikiran yang harmonis, terbebas dari rasa takut, dendam apalagi marah. Berada dalam kondisi suka cita, bertumbuh dilingkungan positif dan terus berada pada pencapain-pencapaian positif terbukti menjaga kesehatan manusia secara holistik. Joe Dispenza merupakan seorang dokter yang mengusung pengobatan terintegrasi untuk membantu ribuan pasien yang telah membuktikan bahwa di dalam diri seseorang terdapat daya penyembuhan yang luar biasa.
Mengobati seseorang sama dengan menyapu sampah, dapat dilakukan dengan satu lidi (baca satu disiplin ilmu) atau dengan kumpulan beberapa lidi (baca secara terintegrasi), dimana pengikatnya adalah Tuhan Hyang Maha Esa sendiri sebagai Sang Maha Penyembuh. Dengan demikian tidak saja dalam konteks yadnya, Sekarura dapat diaplikasikan ke dalam dunia pengobatan, dimana kedokteran konvensional bekerjasama dengan kedokteran non-konvensional dalam merawat pasien secara terintegrasi.
Adapun beberapa prinsip dalam kedokteran terintegrasi menurut Dr. Paulus W.Halim, sebagai berikut;
- Setiap pasien memiliki kekuatan penyembuhan yang ada di dalam dirinya
- Pasien adalah manusia, bukan penyakit atau kondisi sakit (symtoms)
- Pasien dan dokter bekerjasama sebagai satu tim untuk mendapatkan hasil terbaik untuk bagi pasien
- Upaya pengobatan dilakukan untuk menemukan dan memperbaiki penyebab timbulnya masalah kesehatan, tidak hanya mengurangi gejalanya
- Terapi atau pengobatan apa pun ang terbukti memiliki kualitas sangat tinggi untuk membantu pasien, baik menggunakan metode kedokteran konvensional (allopathi) maupun non-konvensional (komplementer & alternatif), dapat digunakan sepanjanh tidak merugikan pasien dan berbasis bukti (evident based)
Artikel Menarik Lainnya
16/04/2020
Layanan Sapu Lidi Dalam Kedokteran Terintegrasi
Dalam proses pengobatan tidak ubahnya dengan menyapu SAMPAH. Sampah dalam hal ini adalah berbagai hal yang menjadi sumber penyakit. 24/01/2020
Dalem Arsa Wijaya; Dalam Paradoks Zaman
Munculnya "Raja-Raja" diberbagai daerah dengan berbagai latar belakang, beberapa hari ini menghangat di berbagai media. 6/04/2020
PAYUNG ATLET & KASIH IBU
Atlet, Akademisi, Klinisi dan Praktisi memang idelanya berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas prestasi yang aman dan nyaman untuk semuanya. Kini Bali telah memulai langkah awal 26/08/2019
SENI BERJALAN
Seni berjalan baik keluar diri mauoun ke dalam diri, membutuhkan tuntunan dan bimbingan 26/07/2019