haridiknas

KEBHUTAAN SEORANG GURU

Setiap 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Korelasi paling umum saat HARDIKNAS adalah peran guru dalam menuntaskan kegelapan dalam hidup murid-muridnya dengan tuntunan dan berbagai pelajaran yang diberikan di bangku sekolah. Namun kami di Bali, tidak saja mengenal Guru sebagai seorang pengajar di sekolah yang kemudian dikenal sebagai Guru Pengajian. Ngaji bermakna seseorang yang pandai menyajikan atau menghidangkan sesuatu sesuai dengan kapasitas murid, bukan ngaji dalam pengertian kegiatan mengaji.

Dalam ajaran Catur Guru, kata GURU berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yakni Gunatitha yang berarti "ia yang telah terbebas dari materi", memang pada kenyataannya pada zaman itu, seorang Guru begitu dimulyakan sehingga semua kebutuhannya akan dipenuhi oleh para murid yang tinggal di Asram bersamanya. Kedua adalah Rupavarjitha yang artinya "ia yang mampu menyeberangkan seseorang dari kegelapan atau kesengsaraan". Sehingga kata GURU dalam makna orisinilnya adalah Ia yang telah terbebas dari materi dan mampu menyeberangkan para murid dari kegelapan atau kesengsaraan. 

Sebagaimana yang disampaikan diatas, Guru tidak saja seorang yang pandai menyajikan suatu materi pelajaran, orangtua yang melahirkan, merawat, membesarkan, mengupacarai serta selalu mendoakan seorang anak juga bergelar seorang GURU, tepatnya GURU RUPAKA atau GURU REKA yang boleh dikatakan menjadi kepanjangan Sang Pencipta dalam mengadakan suatu kehiduoan. Digambarkan dalam sebuah peribahasa,"Buka Megantung Bok Akatih" jika dalam Bahasa Indonesia bermakna, "Seolah bergelantungan dengan sehelai rambut" menggambarkan perjuangan seorang Ibu mengandung anak selama 9 bulan dan melahirkan dengan berbagai resiko yang menyertainya. Sehingga tidak berlebihan bila Guru Rupaka atau Guru Reka adalah Guru yang wajib selalu dihormati.

Dalam kenyataannya, Guru Reka lah yang berperan besar dalam pembentukan karakter seseorang. Sebagai seorang Guru yang telah nge-reka dua anak, saya sendiri harus selalu belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik dan bia dijadikan panutan, lebih hati-hati dalam bertindak dan berkata-kata, karena seorang anak adalah seorang PENIRU yang sangat ulung.

Berikutnya adalah Guru Wisesa, dalam ajaran Catur Guru, seorang Pejabat Publik seperti Camat, Pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dihormati sebagai seorang Guru Wisesa. Wisesa bermakna seseorang yang memiliki kekuatan dan kewenangan. Dalam kehidupan nyata, demikianlah adanya seorang pejabat publik berperan besar menentukan kebijakan pendidikan di suatu wilayah, sehingga saat mnejalankan tugas sebagai Pejabat hendaknya berhati-hati dalam bersikap, sebagai seorang Guru.

Terakhir adalah, Guru Swadhyaya, ia adalah Hyang Maha Tunggal dan Esa oleh orang bijak disebut dengan banyak nama, diantaranya Hyang Widhi, Krisna, Rama, Yesus, Muhammad, Buddha dan lain sebagainya. Orang bijak dapat melihat kesatuan dalam perbedaan. Untuk memahami ajaran Guru Semesta atau Guru Swadhyaya Anda dan saya membutuhkan restu dan tuntunan dari ketiga guru di atas, yakni Guru Reka (orangtua kita), Guru Pengajian (Guru Akademis maupun Rohani) dan Guru Wisesa yang memungkinkan memberikan kebebasan dalam menjalankan kepercayaan dan keyakinan yang dianut dengan aman dan diakui oleh regulasi negara yang legal. 

Lalu kenapa judul artikel ini saya namakan Kebhutaan seorang Guru? Bhuta disini bukan berarti buta secara fisik tidak melihat namun Bhuta disini saya maknai sebagai ketiadaan cahaya kesadaran bahwa sejatinya setiap dari kita adalah seorang GURU dan sekaligus di waktu yang sama adalah seorang MURID. Sebagai seorang Brahmacari Anda adalah seorang Guru bagi adik-adik kelas Anda, Guru bagi pikiran dan tubuh Anda. Sebagai seorang Grhasta, Anda adalah Guru bagi anak-anak, siswa siswi yang mempercayai Anda sebagai seorang Guru atau masyarakat yang memberi Anda kepercayaan sebagai pejabat publik. Namun dilaur itu semua kita adalah seorang Murid dari Guru Swadhayaya,murid dari Hyang Tunggal. Sebagai akhir semoga tidak saja di Hari Pendidikan Nasional saja kita menyadari diri kita adalah seorang Guru sekaligus Murid, namun setiap saat kita selalu belajar bersama dari Guru Semesta untuk sama-sama saling mengasihi, saling menjaga, saling mengasah dan mengasuh. 

Salam hormat dari saya, dari kota Smarapura, Mei 2019. Demikianlah Adanya, demikianlah kenyataannya.

Artikel Menarik Lainnya


27/04/2019
Beyond Wayang

Filosofi Tersembunyi dari Tumpek Wayang

Tumpek wayang dirayakan 2010 hari sekali, tepat di hari Saniscara Kliwon Uku Wayang
Selengkapnya
28/02/2020
Manusia Cell

MANUSIA CELL

Manusia tersusun atas triliunan sel. Keadaan sel akan sangat memengaruhi kesehatan manusianya
Selengkapnya
31/10/2019
APACHE DANCING

EMPTINESS DANCING

Emptiness Dancing merupakan suatu tarian sakral, tarian mistis para kawi wiku. Tarian yang muncul dari kedalaman jiwa seseorang yang telah melalui semua dinamika kehidupan
Selengkapnya
18/04/2019
Saput Poleng

Beringin ''Mesaput Poleng''

Di Bali, hampir setiap sudut mata memandang kain ''poleng'' ada di mana-mana. Baik di depan rumah, di pura, ataupun di pinggir-pinggir jalan.
Selengkapnya
24/01/2020
Dalem Arsa Wijaya

Dalem Arsa Wijaya; Dalam Paradoks Zaman

Munculnya "Raja-Raja" diberbagai daerah dengan berbagai latar belakang, beberapa hari ini menghangat di berbagai media.
Selengkapnya
15/06/2020
filosofi hujan

FILOSOFI HUJAN Tatanan Hidup Baru Sesuai Kehendak Alam

Kita sering melihat dan menyaksikan hujan turun, namun kita lupa untuk membaca pesan kosmis yang dikirm melalui hujan, semoga tulisan ini dapat menjadi teman dalam merenung
Selengkapnya