Grubug

Lima Resep Kuno Hadapi Serangan Virus pada Ternak Babi

Sungguh iba hati ini mendengar rintihan dan teriakan para peternak Babi lokal di Desa Cau Marga. Telah banyak disuarakan baik di media elektronik maupun upaya proaktif masyarakat menghubungi pihak-pihak berwenang untuk menghadapi masalah ini. Namun harapan dan reaksi masih sebatas pada penyediaan cairan disinfektan. Tentu ini tidak menjawab persoalan, pada faktanya harga daging turun bebas menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Saya mengutarakan persoalan ini kepada Ayah, yang beberapa puluh tahun lalu menjadi seorang peternak Babi dengan skala yang cukup besar saat itu. "Ini siklus yang terus berulang" apalagi menjelang hari raya. Warga Bali secara tradisional memelihara Babi di rumah dengan harapan besar dapat dijual mahal menjelang Galungan & Kuningan untuk memenuhi kebutuhan yadnya atau untuk membelikan satu setel baju baru untuk anak-anak. Demikianlah derita tiada akhir dari peternak tradisional di Bali. 

Virus tetaplah virus, ia dapat menyebar dengan berbagai media, baik melalui air, udara atau makanan yang di makanan. Sebagai mantan peternak saya ingat betul Ayah menerapkan lima resep kuno untuk menghindari hewan ternak dari serangan virus. Berikut lima resep kuno tersebut;

1. Upayakan menjaga kebersihan kandang dengan membersihkan kandang dengan sabun cuci, kemudian "mborbor" dengan api. Bisanya digunakan janur tua yang sudah kering, diaplikasikan ke dinding kandang. Dari kajian science, virus dan kuman akan mati bila terkena panas lebih dari 100 derajat. Jadi tidak perlu menunggu cairan desinfektan yang konon baru akan terealisasi bulan april. 
2. Orangtua kita dahulu memberikan pakan ternak yang direbus dengan api kecil, dan memanfaatkan bahan-bahan alami seperti "dagdag" (dedaunan) daun keladi, umbi keladi, kangkung, daun selabun, gedebong (batang pohon pisang), dicampur menjadi satu dalam satu adonan dengan sisa makanan. Merebus dengan api kecil apalagi mengunakan bahan bakar kayu menjadikan kuman dalam makanan mati dan panas yang cukup menjadikan enzim-enzim yang terkandung di dalam "dagdag" tersebut bekerja optimal di tubuh hewan peliharaan. Makanan dengan suhu kamar juga membuat fungsi pencernaan hewan peliharaan bekerja baik khususnya dalam membubuh virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh.
3. Mengkonsumsi air bersih yang cukup
4. Upayakan membuat suasana kandang tetap kering dan hangat dengan menempatkan karung goni dan lampu dengan ketinggian yang cukup dengan tubuh Babi sehingga saat malam hari suhu lingkungan tetap terjaga hangat pada suhu kamar. Pada suhu kamar, virus tidak dapat banyak berbuat apa, apalagi jika hewan peliharaan Anda merasakan perhatian dan kasih Anda. Ajak mereka ngobrol sebagaimana para tetua dulu,"Seger nah gus, be paek galunganee......"" biasanya ia akan menjawab..."guiiiikkkkkkkk"....hahaha jadi tertawa geli mengingat bagaimana nenek memperlakukan peliharaannya. Setelah memahami fisika Quantum saya menjadi tahu, itu suatu teknik yang memengaruhi gen Babi, dimana ilmunya dikenal sebagai epigenetik.
5. Terakhir, sebagaimana kita ketahui tetua kita di Bali selalu menyikapi segala sesuatu dengan holistik. Maka, tidak lupa di salah satu "saka" atau tiang dari kandang hewan peliharaan dibuatkaan suatu symbol TAPAK DARA (+) yang diyakini dapat menangkal energi negatif. Dan tentu segehan putih kuning sebagai wujud cinta kasih kita kepada kehidupan, termasuk virus dan bakteri. 

Dalam kasus ini pemerintah sebagai pemegang regulasi dapat melakukan tiga hal yang sangat mudah, namun berdampak langsung kepada peternak kecil, pertama, mengumumkan bahwa kejadian sudah terpantau dan berikan pendampingan kepada masyarakat. Kedua, Nyatakan bahwa mengkonsumsi daging babi lokal masih aman sepanjang dimasak dengan benar. Ketiga, pemerintah dapat menetapkan HARGA MINIMUM DAGING BABI dipasaran, sehingga harga babi potong setidaknya tidak hancur lebur. Penetapan harga minimum adalah penetapan harga diatas dari transaksi pasar antara pembeli dan penjual. Sehingga dalam hal ini pemerintah memerankan diri sebagai kontroler dan pelindung peternak kecil dari "jagal" atau pengepul daging Babi. Demikian sekiranya sedikit sharing pengalaman dari 15 tahun pengalaman Ayah menjadi seorang peternak di desa Petiga, Marga. Semoga Bermanfaat*

I Gusti Ngurah Putera Eka Santhosa
Tulisan dikutip dari www.ekasanthosa.com
Tanggal 02.02.2020

Artikel Menarik Lainnya


7/04/2019
Fakta Tumbuhan ‘Tiying’.

Fakta Tumbuhan ‘Tiying’.

Di tengah masyarakat Bali, Tiying adalah tumbuhan yang sangat terkenal dan merupakan jenis tanaman yang paling banyak memiliki kegunaan dan manfaat.
Selengkapnya
1/03/2020
Bali Era Baru

BALI ERA BARU; Manusia Lama dengan Paradigma Baru

Bali Era Baru lahir dari manusia dengan paradigma baru. Bali Era Baru adalah Bali yang menghormati semua warna sebagai bagian dari kebhinekaan
Selengkapnya
28/02/2020
Manusia Cell

MANUSIA CELL

Manusia tersusun atas triliunan sel. Keadaan sel akan sangat memengaruhi kesehatan manusianya
Selengkapnya
2/09/2019
Selamat Datang Ibu Kota Baru

Ibu Kota Negara Republik Indonesia Dulu, Kini & Nanti

Perjuangan pergerakan rakyat Nusantara dalam meraih kemerdekaan memang banyak rintangan. Begitu pun dalam urusan Ibu Kota.
Selengkapnya
7/04/2019
Engkeb-engkeban

Engkeb-engkeban

Engkeb-engkeban merupakan permainan tradisional yang sampai saat ini masih lestari dimasyarakat,
Selengkapnya
7/04/2019
Mabin

Mau Anak mudah Nurut Sama Orang Tua, Lakukan ini..!

Mabin merupakan kegiatan mendudukan anak dipangkuan. Sebuah budaya Nusantara yang mengandung kecerdasan kinestetik dan efektif sebagai sarana pendidikan karakter anak
Selengkapnya